Rabu, 03 April 2019

KARAKTERISTIK LALU LINTAS

NAMA      :   ADAM JALUS
NPM          :   17 630 049

Terdapat 3 (tiga) karakteristik utama dari lalu-lintas, yaitu: arus, kecepatan dan konsentrasi (Daniel L dan Mathew J.H, 1975).
Arus Lalu-lintas atau Volume Lalu-lintas (Q) adalah jumlah kendaraan berdasarkan satuan waktu yang dirumuskan dengan:
q = N/T ……………………………………………………………….(1)
dimana:       N = jumlah kendaraan yang melintasi titik tertentu,
T = satuan waktu tertentu.
Umumnya dalam praktek teknik lalu-lintas, perhitungan arus atau volume lalu-lintas dilakukan dalam interval waktu 1 jam atau 15 menit.
Untuk lebih memahami tentang arus lalu-lintas, perlu juga dipahami tentang apa yang disebut sebagai “headway”.
“Headway” adalah ukuran interval waktu kedatangan antara kendaraan (diukur pada titik bagian depan kendaraan, misal: bumper) yang melintasi titik tertentu, yang dirumuskan dengan:
q = 1/ h …………………………………………………………(2)
dimana: q = arus/volume lalu-lintas,
h = mean headway.
Kecepatan rata-rata adalah ukuran yang penting dari kinerja lalu-lintas, yang dinyatakan dalam kilometer/jam atau mil/jam. Terdapat dua jenis kecepatan rata-rata, yakni: kecepatan sesaat rata-rata (spot speed) atau time mean speed, dan kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) atau travel time.
Kecepatan sesaat rata-rata (spot speed) yaitu nilai rata-rata dari serangkaian kecepatan sesaat dari individu kendaraan yang melintasi titik tertentu pada suatu ruas jalan, yang dirumuskan dengan:
ut = 1/N Σ u(1-n) ……………………………………………..(3)
dimana:        ut = Kecepatan sesaat rata-rata (spot speed)
N = Jumlah kendaraan
u(1-n) = Kecepatan individu kendaraan.
Kecepatan sesaat digunakan untuk mengevaluasi kinerja sistem pengoperasian dari perangkat pengaturan lalu-lintas  dan teknik lalu-lintas, seperti: penentuan peraturan lalu-lintas dan peralatan kontrolnya, studi pada lokasi rawan kecelakaan, dan untuk menentukan elemen-elemen desain geometrik jalan raya.
Kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) yaitu kecepatan rata-rata waktu tempuh kendaraan, yang dirumuskan dengan:
us = D / t …………………………………………………….. (4)
dimana:         us = Kecepatan rata-rata ruang (space mean speed)
D = Jarak
t =  waktu tempuh rata-rata

Kecepatan rata-rata ruang digunakan untuk mengevaluasi kinerja tingkat efektivitas dari suatu sistem lalu-lintas, yang terkait dengan tundaan, antara lain meliputi: penilaian efisiensi rute dalam lalu-lintas, identifikasi lokasi kemacetan dalam sistem jalan utama, pendefinisian kemacetan menurut lokasi, evaluasi efektivitas perbaikan (sebelum dan sesudah), perhitungan biaya pengguna jalan, perhitungan tingkat pelayan dan kapasitas untuk arus lalu-lintas menerus, untuk pengembangan model dalam perencanaan transportasi (trip distribution dan trip assignment).
Konsentrasi adalah jumlah kendaraan per satuan jarak, dan diestimasikan menggunakan persamaan:
k = q / us ………………………………………………………….(5)
dimana:     k = Konsentrasi lalu-lintas
q = Arus/Volume lalu-lintas
us = kecepatan rata-rata ruang (time mean speed)

A. Model Arus Lalu-lintas (Traffic Stream Models)
Hubungan antara variabel arus/volume lalu-lintas, kecepatan dan konsentrasi lalu-lintas disebut sebagai model arus lalu-lintas (traffic stream models). Terdapat beberapa model hubungan antara kecepatan dan konsentrasi sebagaimana yang akan dijelaskan berikut ini (Daniel L dan Mathew J.H, 1975).
Model Linier Kecepatan-Konsentrasi “Greenshields”,merupakan model yang sederhana dan dirumuskan dengan:
u = ut (1 – k / kj) ……………………………………………….. (6)
dimana:        ut =   kecepatan arus bebas (free flow speed) atau kecepatan pada saat volume lalu-lintas sangat rendah.
kj =     konsentrasi pada saat lalu-lintas macet.
Model Logaritmik Kecepatan-Konsentrasi, merupakan model yang dikembangkan oleh Greenberg, dan dirumuskan dengan:
u = um ln (kj / k) ……………………………………………….. (7)
dimana:     um =  adalah kecepatan pada arus/ volume lalu-lintas maksimum (konstan).
Model Kecepatan-Konsentrasi “Generalized Single Regime”,terdiri dari beberapa model, meliputi: Model “Pipes-Munjal”, Model “Drew”, Model “Car-Following”, Model Kurva “Bell-Shaped”.
Model Kecepatan-Konsentrasi “Multiregime”, terdiri dari beberapa model, meliputi: Model “Edie’s”, Model “Under Wood Two-Regime”, Model “Dick’s”, Model “Fitting Multiregime” (gambar 1).
Studi tentang kapasitas jalan umumnya mengacu pada dua pendekatan utama, yaitu berdasarkan model hubungan kecepatan-arus lalu-lintas (speed-flow relationship) pada saat konsentrasi lalu-lintas rendah, dan “headway” pada saat konsentrasi lalu-lintas tinggi. Lighthill dan Whitham (1964) mengusulkan penggunaan kurva arus lalu-lintas-konsentrasi untuk menggabungkan dua pendekatan tersebut. Beberapa fitur penting dari model ini adalah sebagai berikut:
a. Pada saat konsentrasi adalah nol, maka kemungkinan tidak ada arus lalu-lintas.
b. Pada saat konsentrasi tinggi, pengamat mungkin juga tidak dapat mencatat arus lalu-lintas karena arus lalu-lintas berhenti.
c. Dengan demikian, kurva model ini akan berada diantara dua titik nol dari fungsi arus lalu-lintas.

Lighthill dan Whitham (1964) juga membahas tentang fenomena gelombang kejut (shockwaves) terkait dengan model arus lalu-lintas-konsentrasi. Terdapat beberapa model hubungan antara arus lalu-lintas dan konsentrasi (Daniel L dan Mathew J.H, 1975).
Model Parabolik Arus Lalu-lintas – Konsentrasi, merupakan model yang dirumuskan oleh Greenshields, sebagai berikut:
q = k u = k ut (1-k / kj) = u .k – ut k2/ kj ………………………….. (8)
Untuk kondisi arus lalu-lintas maksimum digunakan turunan (diferensial) dari persamaan, dengan penetapan dq/dk = 0, dan pendefinisian qm (arus lalu-lintas maksimum) = ut kj / 4 = um kj / 2 ; km (konsentrasi maksimum) = kj / 2 dan um (kecepatan maksimum) = ut / 2.
Model Logaritmik Arus Lalu-lintas – Konsentrasi, merupakan model yang dirumuskan oleh Greenberg (gambar 2), sebagai berikut:
q = k u = k um ln (kj / k) …………………………………………………. (9)
Untuk kondisi arus lalu-lintas maksimum digunakan turunan (diferensial) dari persamaan diatas, dengan km = kj / е ; um = um ; qm = um kj / e.

Description: https://transportasijupri.files.wordpress.com/2011/03/modellogarus-konsen.jpg?w=320&h=204
Gambar 2 – Model Logaritmik Arus Lalu-lintas-Konsentrasi
Model Arus Lalu-lintas-Konsentrasi lainnya, meliputi: model arus lalu-lintas-konsentrasi “Discontinous”, yang merupakan model yang dikembangkan oleh Edie’s, dan model Arus Lalu-lintas-Konsentrasi Khusus (gambar 3).
Model arus lalu-lintas konsentrasi umumnya juga digunakan dalam mengkaji arus lalu-lintas pada segmen ruas jalan yang menyempit (bottle-neck), dan untuk pengendalian lalu-lintas pada jalan bebas hambatan. Berdasarkan model-model kecepatan-konsentrasi (speed-concentration models) dapat dikembangkan model hubungan antara kecepatan dan arus lalu-lintas (speed-flow models). Model ini memperlihatkan, pada saat konsentrasi nol, kecepatan adalah maksimum (free flow speed), dan terdapat dua titik arus dimana lalu-lintas sama dengan nol, yakni saat konsentrasi sama dengan nol dan saat konsentrasi maksimum. Adapun diagram hubungan antara kecepatan dan arus lalu-lintas ada yang berbentuk linier dan ada yang berbentuk kurva (lihat gambar 4).

Description: https://transportasijupri.files.wordpress.com/2011/03/modelkecep-arusdiskontinu.jpg?w=320&h=215
Gambar 3 – Model Arus Lalu-lintas-Konsentrasi “Discontinous”

Description: https://transportasijupri.files.wordpress.com/2011/03/modelkecep-arusto.jpg?w=400&h=253
Gambar 4 – Model Kecepatan-Arus Lalu-lintas
Highway Capacity Manual (1985) menggunakan kurva kecepatan-arus lalu-lintas (speed-flow curves) dan konsentrasi untuk menetapkan tingkat pelayanan (level of sevices) lalu-lintas.

B.    Model Arus Lalu-lintas “Hidrodinamik dan Kinematik”
Persamaan kontinuitas dikembangkan untuk menjelaskan adanya kemungkinan perbedaan perhitungan jumlah kendaraan antara 2 (dua) titik pengamatan yang berdekatan pada suatu ruas jalan, dimana diantara 2 (dua) titik pengamatan tersebut tidak ada kemungkinan pertambahan jumlah kendaraan. Persamaan kontinuitas dirumuskan dengan:
∂q/∂x + ∂k/∂t = 0 ……………………………………………………….. (10)
dimana:     ∂q, ∂k = perbedaan hasil pengukuran q (arus) dan k konsentrasi) antara titik pengamatan 1 dan 2.
∂x, ∂t   =   jarak dan waktu tempuh antara titik pengamatan 1 dan 2.
Perilaku lalu-lintas pada suatu ruas jalan yang menyempit (bottleneck)menyerupai gelombang kejut (shock wave) dalam aliran air (fluida). Keberadaan dan perilaku gelombang kejut didemonstrasikan oleh Lighthill dan Witham (1964), tetapi penggunaan analisis gelombang lalu-lintas tidak terbatas pada gelombang kejut (shock wave). Lighthill dan Witham (1964) juga mendemonstrasikan beberapa masalah lalu-lintas yang dapat dianalisa menggunakan asumsi sistem gelombang lalu-lintas. Terdapat beberapa teknik analisis terkait dengan analisa gelombang lalu-lintas, sebagaimana yang akan dijelaskan berikut ini.
1.  Fundamental dari Gerakan Gelombang Lalu-lintas
Gelombang kejut (shock wave) didefinisikan sebagai gerakan dari perubahan konsentrasi dan arus lalu-lintas, dimana dalam model ini kecepatan pada garis batas terjadinya perubahan arus lalu-lintas dan konsentrasi dirumuskan dengan:
uw = (u2 k2 – u1 k1) / (k2 – k1) ………………………………………….. (11)
dimana:  uw = kecepatan pada garis batas terjadinya perubahan arus lalu-lintas dan konsentrasi
u1,2 =    kecepatan pada area 1 dan 2
k1,2 =    konsentrasi pada area 1 dan 2.
Persamaan (2.11) di atas menunjukan bahwa uw adalah “slope” pada garis penghubung antara titik 1 dan 2 pada diagram arus lalu-lintas-konsentrasi.
2.   Akselerasi Dalam Pengamatan Aliran Lalu-lintas
Dengan mengacu pada rumus fundamental gerakan gelombang lalu-lintas dapat dikaji berbagai variasi akselerasi pada aliran lalu-lintas. Akselerasi lalu-lintas yang dilihat oleh pengamat yang tidak bergerak dirumuskan dengan:
∂u/∂t = du/dk . ∂k/∂t = [ – dw. du/dk ] . ∂k/∂x ………………….. (12)
dimana:    du/dt = akselerasi aliran lalu-lintas yang dilihat oleh pengamat yang bergerak dalam aliran lalu-lintas. Akselerasi positif apabila pengamat bergerak menuju area dengan konsentrasi lebih rendah, dan negatif apabila pengamat bergerak menuju area dengan konsentrasi lebih tinggi
∂u/∂t =  akselerasi aliran lalu-lintas yang dilihat oleh pengamat dari suatu titik pengamatan tetap.
Kuantitas angka yang ada di dalam kurung dapat diambil postif, negatif, atau nol.
3.   Perilaku Gelombang Kejut Untuk Model Kecepatan-Konsentrasi Spesifik.
Dengan mengacu pada model kecepatan-konsentrasi “Green Shield” dapat dirumuskan:
uw = ut .[ 1 – ( ŋ1 + ŋ2) ] ………………………………………………….. (13)
dimana: uw = Kecepatan pada garis batas terjadinya perubahan arus lalu-lintas dan konsentrasi dari suatu pergerakan yang tidak kontinyu.
ut     =        kecepatan arus bebas (free flow speed)
ŋ1, ŋ2 = Normalisasi konsentrasi pada dua area dengan konsentrasi yang berbeda. Normalisasi konsentrasi pada area 1 (ŋ1) = konsentrasi pada arus bebas dibagi konsentrasi di area 1.
Dalam Kasus Konsentrasi yang hampir Sama
Persamaan menjadi: uw = ut (1 –  2ŋ)  ……………………………………………….. (14)
Gelombang Akibat Terjadiya Aliran Lalu-lintas Terhenti
Persamaan menjadi: uw = ut [1 –  (ŋ1 + 1)] = – ut ŋ1 …………………………….. (15)
Gelombang Pada Saat Aliran Lalu-lintas Mulai Bergerak
Persamaan menjadi: ∂k/∂t + uw ∂k/∂x = 0 …………………………………………. (16)

KONSEP DAN ANALISA SERTA DEFINISI DAN RUANG LINGKUP LALU LINTAS

NAMA            :  ADAM JALUS
NPM               :  17 630 049



KONSEP DAN ANALISA SERTA
DEFINISI DAN RUANG LINGKUP LALU LINTAS


Ø  Rekayasa lalulintas, bidang yang relatif masih baru dari semua bidang yang tercakup dalam ruang lingkup Teknik Sipil.
Ø  bidang ilmu ini memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembangunandan pengolahan prasarana terutama pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan transportas
1.      Berikut ini adalah definisi-definisi dari Institute of Transportation Engineer, USA.
·           Rekayasa Lalulintas (Traffic Engineering); adalah suatu tahap dari Rekayasa Transportasi yang menyangkut perancangan, perencanaan geometri dan operasi lalulintas dari segala macam jalan, jaringan jalan, terminal, tanah sekitarnya serta hubungan dengan jenis angkutan lain.
·         Institute of Civil Engineers, England memberikan definisi Rekayasa Lalulintas adalah sebagai bagian dari kerekayasaan yang berhubungan dengan perencanaan lalulintas dan perencanaan jalan, lingkungan dan fasilitas parkir dan dengan alat-alat pengatur lalulintas guna memberikan keamanan, kenyamanan dan pergerakan yang ekonomis bagi kendaraan dan pejalan kaki.
 2. Definisi dari Institute of Transportation Engineer, USA dapat diambil bagian-bagian penting dari transportasi, yaitu
·         Angkutan adalah perpindahan barang dan atau orang dari suatu tempat (Asal atau Origin) ke tempat lain ( Tujuan atau Destination) untuk memperoleh nilai tambah.
·           Lalulintas adalah pergerakan dari sarana-sarana angkutan pada waktu kurang lebih bersamaan disuatu tempat dalam ruang lalulintas.
·         Transportasi adalah kesatuan pengertian dari angkutan dan lalulintas.
·          Dalam pengertian 'Angkutan' yang menjadi pokok pengertian/pembahasan adalah 'Muatan' sedangkan dalam lalulintas sesungguhnya merupakan wujud fisik nyata dari angkutan.

3. Ruang lingkup Rekayasa lalulintas dalam prakteknya mencakup 5 bagian penting sebagai berikut: 

·         Studi Karakteristik Lalulintas
Ø  Faktor-faktor kendaraan dan manusia
Ø  Volume lalulintas, kecepatan dan kerapatan
Ø  Arus lalulintas, kapasitas jalan dan persimpangan
Ø  Pola perjalanan, faktor pertumbuhan dan asal-tujuan lalulintas
Ø  Faktor-faktor mengenai parkir dan terminal
Ø  Pelayanan fasilitas dan pemakaiannya
Ø  Analisis kecelakaan lalulintas
·         Perencanaan Transportasi meliputi
Ø  Studi transportasi regional
Ø  Perencanaan jangka panjang mengenai jaringan jalan, sistem transportasi umum, terminal dan parker
Ø  Perencanaan khusus pembangunan, peningkatan atau penyebaran kembali lalulintas
Ø  Studi tentang dampak lingkungan
Ø  Penelitian faktor-faktor sistem transportasi dan perilaku pemakai jalan pada suatu sistem lalulintas.
·          Perencanaan Geometrik Jalan
Ø  Penerapan rekayasa lalulintas pada perencanaan geometrik jalan meliputi:
Ø  Perencanaan jalan baru, dimana jumlah kendaraan yang direncanakan akan melaluinya serta kecepatan rencana, direncanakan pada analisis rekayasa lalulintas, demikian juga dengan perencanaan alinyemen horizontal, vertikal, kelandaian, kemiringan dan potongan melintang jalan.
Ø  Perancangan ulang jalan dan persimpangan lama untuk meningkatkan kapasitas dan keamanan.
Ø  Perencanaan parkir dan terminal
Ø  Penetapan standar-standar untuk jalan raya.

·         Operasi lalulintas
                Operasi lalulintas dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dengan cara menerapkan alat-alat kontrol lalulintas agar sesuai dengan standar dan ketentuan lainnya. Penerapan dapat dilakukan melalui:

Ø  Peraturan Perundang-undangan
Ø  Alat-alat kontrol
Ø  Standar dan ketentuan
·         Administrasi
                Untuk mencapai tujuan dari rekayasa lalulintas dibutuhkan sejumlah administrasi yang meliputi:
Ø  Organisasi yang berwenang menjalankan tugas pengaturan lalulintas
Ø  Kantor pelaksana harian
Ø  Hubungan antar instansi terkait
Ø  Administrasi lanjutan yang mengelola anggaran, kebutuhan personil untuk perubahan administrasi atau organisasi


·         PERUNDANG UNDANGAN YANG MEMBAHAS REKAYASA LALU LINTAS

NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah;
c. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

Mengingat . . . - 2 -
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) serta Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.      Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.

1.      Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan.

1.      Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.

1.      Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah serangkaian Simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


5. Simpul . . . - 3 -

1.      Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa Terminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, dan/atau bandar udara.

1.      Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.

1.      Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
2.      Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.

1.      Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan.

1.      Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.

1.      Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitas pendukung.

1.      Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.

1.      Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.

1.      Halte adalah tempat pemberhentian Kendaraan Bermotor Umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.


15. Parkir . . . - 4 -

1.      Parkir adalah keadaan Kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.

1.      Berhenti adalah keadaan Kendaraan tidak bergerak untuk sementara dan tidak ditinggalkan pengemudinya.

1.      Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.

1.      Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan Jalan atau di atas permukaan Jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus Lalu Lintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas.

1.      Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau pada ruas Jalan.

1.      Sepeda Motor adalah Kendaraan Bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau Kendaraan Bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.

1.      Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.

1.      Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum.

1.      Pengemudi adalah orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang telah memiliki Surat Izin Mengemudi.

1.      Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.


25. Penumpang . . . - 5 -

1.      Penumpang adalah orang yang berada di Kendaraan selain Pengemudi dan awak Kendaraan.

1.      Pejalan Kaki adalah setiap orang yang berjalan di Ruang Lalu Lintas Jalan.

1.      Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan Jalan untuk berlalu lintas.

1.      Dana Preservasi Jalan adalah dana yang khusus digunakan untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi Jalan secara berkelanjutan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

1.      Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan Jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran Lalu Lintas.

1.      Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.

1.      Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.

1.      Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap Pengguna Jalan.

1.      Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.

1.      Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah sekumpulan subsistem yang saling berhubungan dengan melalui penggabungan, pemrosesan, penyimpanan, dan pendistribusian data yang terkait dengan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


35. Penyidik . . . - 6 -

1.      Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

1.      Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

1.      Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

1.      Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

1.      Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin kementerian negara dan bertanggung jawab atas urusan pemerintahan di bidang Jalan, bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bidang industri, bidang pengembangan teknologi, atau bidang pendidikan dan pelatihan.

1.      Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pemimpin Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:
a. asas transparan;
b. asas akuntabel;
c. asas berkelanjutan;


d. asas . . . - 7 -

d. asas partisipatif;
e. asas bermanfaat;
f. asas efisien dan efektif;
g. asas seimbang;
h. asas terpadu; dan
i. asas mandiri.

Pasal 3
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:
a. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
b. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
c. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

BAB III
RUANG LINGKUP KEBERLAKUAN UNDANG-UNDANG
Pasal 4
Undang-Undang ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:
a. kegiatan gerak pindah Kendaraan, orang, dan/atau barang di Jalan;
b. kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, pendidikan berlalu lintas, Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta penegakan hukum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.


BAB IV . . . - 8 -
BAB IV
PEMBINAAN
Pasal 5
(1) Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah.

(2) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan;
c. pengendalian; dan
d. pengawasan.

(3) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh instansi pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.


Pasal 6 . . . - 9 -
Pasal 6
(1) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional;
b. penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku secara nasional;
c. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara nasional;
d. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, pemberian izin, dan bantuan teknis kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; dan
e. pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

(3) Urusan pemerintah provinsi dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dan kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas wilayah kabupaten/kota;
b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di provinsi; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi.

(4) Urusan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota;


b. pemberian . . . - 10 -

b. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di kabupaten/kota; dan
c. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota.

BAB V
PENYELENGGARAAN
Pasal 7
(1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, badan hukum, dan/atau masyarakat.

(2) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan;
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.


Pasal 8 . . . - 11 -
Pasal 8
Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan prasarana Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, yaitu:
a. inventarisasi tingkat pelayanan Jalan dan permasalahannya;
b. penyusunan rencana dan program pelaksanaannya serta penetapan tingkat pelayanan Jalan yang diinginkan;
c. perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi pemanfaatan ruas Jalan;
d. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan Jalan;
e. penetapan kelas Jalan pada setiap ruas Jalan;
f. uji kelaikan fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan berlalu lintas; dan
g. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang prasarana Jalan.

Pasal 9
Penyelenggaraan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:
a. penetapan rencana umum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
c. persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor;
d. perizinan angkutan umum;
e. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
f. pembinaan sumber daya manusia penyelenggara sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
g. penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.


Pasal 10 . . . - 12 -
Pasal 10
Penyelenggaraan di bidang industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c meliputi:
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan industri Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan industri perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan industri perlengkapan Jalan yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal 11
Penyelenggaraan di bidang pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d meliputi:
a. penyusunan rencana dan program pelaksanaan pengembangan teknologi Kendaraan Bermotor;
b. pengembangan teknologi perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
c. pengembangan teknologi perlengkapan Jalan yang menjamin Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal 12
Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e meliputi:
a. pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor;
b. pelaksanaan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;
c. pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
e. pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;


f. penegakan . . . - 13 -

f. penegakan hukum yang meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;
g. pendidikan berlalu lintas;
h. pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan
i. pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.

Pasal 13
(1) Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan secara terkoordinasi.

(2) Koordinasi Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(3) Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertugas melakukan koordinasi antarinstansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(4) Keanggotaan forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur pembina, penyelenggara, akademisi, dan masyarakat.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.

BAB VI
JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Bagian Kesatu
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Pasal 14
(1) Untuk mewujudkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkan semua wilayah di daratan.

(2) Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan kebutuhan.


(3) Rencana . . . - 14 -

(3) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota.

Pasal 15
(1) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf a disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan transportasi dan ruang kegiatan berskala nasional.

(2) Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

(3) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional memuat:
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup nasional;
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional dalam keseluruhan moda transportasi;
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul nasional; dan
d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas nasional.

Pasal 16
(1) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan ruang kegiatan berskala provinsi.

(2) Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan


c. Rencana . . . - 15 -

c. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional.

(3) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi memuat:
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup provinsi;
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dalam keseluruhan moda transportasi;
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul provinsi; dan
d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas provinsi.

Pasal 17
(1) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c disusun secara berkala dengan mempertimbangkan kebutuhan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta ruang kegiatan berskala kabupaten/kota.

(2) Proses penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional;
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
d. Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi; dan
e. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

(3) Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten/Kota memuat:
a. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut asal tujuan perjalanan lingkup kabupaten/kota;
b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota dalam keseluruhan moda transportasi;
c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul kabupaten/kota; dan


d. rencana . . . - 16 -

d. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas kabupaten/kota.

Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penetapan Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedua
Ruang Lalu Lintas
Paragraf 1
Kelas Jalan
Pasal 19
(1) Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi Kendaraan Bermotor.
(2) Pengelompokan Jalan menurut kelas Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton;
b. jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton;

c. jalan . . . - 17 -
c. jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan
d. jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
(3) Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan) ton.

(4) Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Jalan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan kelas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 20
(1) Penetapan kelas jalan pada setiap ruas jalan dilakukan oleh:
a. Pemerintah, untuk jalan nasional;
b. pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi;
c. pemerintah kabupaten, untuk jalan kabupaten; atau
d. pemerintah kota, untuk jalan kota.

(2) Kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelompokan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan tata cara penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.


Paragraf 2 . . . - 18 -
Paragraf 2
Penggunaan dan Perlengkapan Jalan
Pasal 21
(1) Setiap Jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi yang ditetapkan secara nasional.

(2) Batas kecepatan paling tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kawasan permukiman, kawasan perkotaan, jalan antarkota, dan jalan bebas hambatan.

(3) Atas pertimbangan keselamatan atau pertimbangan khusus lainnya, Pemerintah Daerah dapat menetapkan batas kecepatan paling tinggi setempat yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas.

(4) Batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan ditetapkan dengan batas absolut 60 (enam puluh) kilometer per jam dalam kondisi arus bebas.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 22
(1) Jalan yang dioperasikan harus memenuhi persyaratan laik fungsi Jalan secara teknis dan administratif.

(2) Penyelenggara Jalan wajib melaksanakan uji kelaikan fungsi Jalan sebelum pengoperasian Jalan.

(3) Penyelenggara Jalan wajib melakukan uji kelaikan fungsi Jalan pada Jalan yang sudah beroperasi secara berkala dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau sesuai dengan kebutuhan.

(4) Uji kelaikan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh tim uji laik fungsi Jalan yang dibentuk oleh penyelenggara Jalan.

(5) Tim uji laik fungsi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas unsur penyelenggara Jalan, instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.


(6) Hasil . . . - 19 -

(6) Hasil uji kelaikan fungsi Jalan wajib dipublikasikan dan ditindaklanjuti oleh penyelenggara Jalan, instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(7) Uji kelaikan fungsi Jalan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
(1) Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan preservasi Jalan dan/atau peningkatan kapasitas Jalan wajib menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 24
(1) Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas.
(2) Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.
Pasal 25
(1) Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:
a. Rambu Lalu Lintas;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. alat penerangan Jalan;
e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;


f. alat . . . - 20 -

f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan
h. fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 26
(1) Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) diselenggarakan oleh:
a. Pemerintah untuk jalan nasional;
b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;
c. pemerintah kabupaten/kota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa; atau
d. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.

(2) Penyediaan perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27
(1) Perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu disesuaikan dengan kapasitas, intensitas, dan volume Lalu Lintas.

(2) Ketentuan mengenai pemasangan perlengkapan Jalan pada jalan lingkungan tertentu diatur dengan peraturan daerah.

Pasal 28
(1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan.
(2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1).

Bagian Ketiga . . . - 21 -
Bagian Ketiga
Dana Preservasi Jalan
Pasal 29
(1) Untuk mendukung pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar, kondisi Jalan harus dipertahankan.
(2) Untuk mempertahankan kondisi Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperlukan Dana Preservasi Jalan.
(3) Dana Preservasi Jalan digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi Jalan.
(4) Dana Preservasi Jalan dapat bersumber dari Pengguna Jalan dan pengelolaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 30
Pengelolaan Dana Preservasi Jalan harus dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian.
Pasal 31
Dana Preservasi Jalan dikelola oleh unit pengelola Dana Preservasi Jalan yang bertanggung jawab kepada Menteri di bidang Jalan.
Pasal 32
Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja unit pengelola Dana Preservasi Jalan diatur dengan peraturan Presiden.
Bagian Keempat
Terminal
Paragraf 1
Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe Terminal
Pasal 33
(1) Untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan antarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan Terminal.


(2) Terminal . . . - 22 -

(2) Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Terminal penumpang dan/atau Terminal barang.

Pasal 34
(1) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) menurut pelayanannya dikelompokkan dalam tipe A, tipe B, dan tipe C.

(2) Setiap tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan intensitas Kendaraan yang dilayani.

Pasal 35
Untuk kepentingan sendiri, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan swasta dapat membangun Terminal barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 36
Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek.
Paragraf 2
Penetapan Lokasi Terminal
Pasal 37
(1) Penentuan lokasi Terminal dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan Terminal yang merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(2) Penetapan lokasi Terminal dilakukan dengan memperhatikan:
a. tingkat aksesibilitas Pengguna Jasa angkutan;
b. kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;


c. kesesuaian . . . - 23 -

c. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau kinerja jaringan Jalan, jaringan trayek, dan jaringan lintas;
d. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan;
e. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain;
f. permintaan angkutan;
g. kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi;
h. Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan/atau
i. kelestarian lingkungan hidup.

Paragraf 3
Fasilitas Terminal
Pasal 38
(1) Setiap penyelenggara Terminal wajib menyediakan fasilitas Terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan.

(2) Fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang.

(3) Untuk menjaga kondisi fasilitas Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara Terminal wajib melakukan pemeliharaan.

Paragraf 4
Lingkungan Kerja Terminal
Pasal 39
(1) Lingkungan kerja Terminal merupakan daerah yang diperuntukkan bagi fasilitas Terminal.

(2) Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh penyelenggara Terminal dan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian fasilitas Terminal.

(3) Lingkungan . . . - 24 -
(3) Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi.
Paragraf 5
Pembangunan dan Pengoperasian Terminal
Pasal 40
(1) Pembangunan Terminal harus dilengkapi dengan:
a. rancang bangun;
b. buku kerja rancang bangun;
c. rencana induk Terminal;
d. analisis dampak Lalu Lintas; dan
e. analisis mengenai dampak lingkungan.

(2) Pengoperasian Terminal meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. pengawasan operasional Terminal.

Pasal 41
(1) Setiap penyelenggara Terminal wajib memberikan pelayanan jasa Terminal sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.
(2) Pelayanan jasa Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan retribusi yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6
Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, klasifikasi, tipe, penetapan lokasi, fasilitas, lingkungan kerja, pembangunan, dan pengoperasian Terminal diatur dengan peraturan pemerintah.

Bagian Kelima . . . - 25 -

b. lajur . . .
Bagian Kelima
Fasilitas Parkir
Pasal 43
(1) Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan sesuai dengan izin yang diberikan.

(2) Penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berupa:
a. usaha khusus perparkiran; atau
b. penunjang usaha pokok.

(3) Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengguna Jasa fasilitas Parkir, perizinan, persyaratan, dan tata cara penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk umum diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 44
Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas Parkir untuk umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan:
a. rencana umum tata ruang;
b. analisis dampak lalu lintas; dan
c. kemudahan bagi Pengguna Jasa.

Bagian Keenam
Fasilitas Pendukung
Pasal 45
(1) Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:
a. trotoar;
- 26 -

b. lajur sepeda;
c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki;
d. Halte; dan/atau
e. fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut.

(2) Penyediaan fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh:
a. Pemerintah untuk jalan nasional;
b. pemerintah provinsi untuk jalan provinsi;
c. pemerintah kabupaten untuk jalan kabupaten dan jalan desa;
d. pemerintah kota untuk jalan kota; dan
e. badan usaha jalan tol untuk jalan tol.

Pasal 46
(1) Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, pengelolaan, dan pemeliharaan fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dapat bekerja sama dengan pihak swasta.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan, pengelolaan, pemeliharaan, serta spesifikasi teknis fasilitas pendukung Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.


·         TRANSPORTASI SEBAGAI SEBUAH SISTEM

Transportasi adalah kegiatan perpindahan barang atau manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya. Contoh sederhanya ketika kita berjalan kaki dari kost atau menuju kampus atau tempat kerja. Dasar atau unsur pokok dalam transportasi adalah perpindahan (movemoent). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa transportasi adalah tentang bagaimana manusia dan barang berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Dan tidak setiap transportasi memerlukan sebuah sarana atau wahana yang digerakan manusia semacam mesin.
Sistem transportasi adalah segala bentuk yang saling mengait dalam kegiatan perpindahan manusia dan atau barang. Di dalamnya adalah manusia, barang itu sendiri serta berbagai macam sarana dan prasarana yang terlibat atau digunakan untuk memindahkannya.
Fungsi dan Peranan Transportasi
Transportasi bukan hanya berfungsi sebagai penghubung antar lokasi atau daerah. Lebih luas lagi transportasi memiliki berbagai macam fungsi dan peranan. Dari segi ekonomis hingga dari segi ekonomi, sosial,lingkungan, pengembangan wilayah, hukum, hingga peranan geografi. Dengan sebuah sistem transportasi yang memadai dan layak akan berimbas positif pada hal-hal tersebut. Tanpa ada sebuah perencanaan yang matang dalam pengembangan sistem transportasi mustahil akan dicapai perkembangan wilayah yang maksimal. Yang ada hanya kesemrawutan dan keruwetan dalam sistem transportasi itu sendiri. Keruwetan dan kesamrawutan sustim transportasi berarti juga adalah kesemrawutan sebuah wilayah. Fenomena kemacetan adalah contoh atau tanda bahwa sistem transportasi di wilayah tersebut tidak direncanakan dengan baik.
Maka jika ingin menjadikan sebuah wilayah menajdi kawasan yang tertata apik,rapi dan sedap dipandang mata, pembenahan,perencanaan dan pengembangan sistem transportasi perlu dikaji lebih dan lebih mendalam lagi. Jangan sampai sistem transportasi yang dikembangkan hanya sekedar mengikuti tren semata.